Monday, January 23, 2006

Bintang Jatuh

LELAKI itu melamun di teras belakang rumahnya yang berada di tebing pegunungan itu. Pandangannya ke laut tidak ia lepaskan. Deburan ombak memecah, dan bunyinya mengikis hatinya. Dalam beberapa tahun belakangan, malam-malam seperti ini dia habiskan dengan memandang ke langit luas dan menghitung bintang. Mengharapkan adanya bintang jatuh, untuk membuat suatu permintaan. Tapi tidak malam ini. Dia sudah patah semangat menunggu bintang itu.

Berkilometer panjang doanya ia sampaikan kepada Sang Maha, memohon agar diberikan kesempatan untuk mendapatkan kembali saat itu. Saat berharga yang dia buang begitu saja. Berpuluh-puluh gumpalan kertas berserakan, menemani semangatnya yang jatuh di tanah. Tidak ada kalimat-kalimat tertulis baru, sejak kejayaannya beberapa tahun yang lalu. Janjinya pada diri sendiri untuk tidak menulis lagi, sebelum dia menemukannya lagi.

"Kemana saya harus mencarimu? Apakah saya benar-benar kehilanganmu? Saya tak berdaya mengembalikanmu, kasihku"

Dia menangis tanpa bersuara. Mukanya jatuh di kedua tangannya yang telungkup. Air matanya menetes dari matanya, melalui lengannya, dan jatuh ke jurang. Bersatu dengan laut. Kesedihan dan kepiluan air mata itu terbawa arus ke laut lepas.

Tak henti-hentinya menyalahkan dirinya sendiri, sampai akhirnya tertidur. Malam semakin larut, dan bulan semakin terang. Beberapa kunang-kunang terlihat mengitari dirinya yang telah tertidur pulas. Kunang-kunang yang sama, setiap malam.

Keesokan paginya, matahari menyambut pagi. Kunang-kunang telah pergi, dan lelaki itu telah meninggalkan tempatnya. Butiran-butiran air laut menguap, membawa serta air mata kesedihan dan kepiluannya.


S
ANG lelaki sampai ke tempat tujuannya. Sebuah pohon rindang yang dihuni beratus-ratus burung beraneka-ragam. Dibukanya kantong kertasnya dan dikeluarkannya butiran-butiran gandum dan remah roti. Burung-burung itupun terbang mendekat kepadanya, menghinggapi bahu sang lelaki itu.

"Hey, apa kabar kalian semua? Kalian masih ingat sama saya ya? Sudah lama saya tidak kesini dan menemui kalian", katanya sambil tersenyum dan menaburkan isi kantongnya.

Tempat ini mengingatkannya akan kehidupannya dulu sewaktu belum menjadi seperti sekarang. Bersama seseorang yang sangat dia sayangi. Dia masih menikmati kebersamaan burung-burung dan kekosongan hatinya sewaktu butiran air matanya sampai kepada langit. Air mata kesedihan dan kepiluan terurai menjadi embun yang jatuh kembali ke bumi, membuat aura menjadi mendung. Langit tak berpendar biru, surya tak berkilat cahaya. Daun tak berhijau terang, bunga tak sesedap wangi.

Suatu saat di suatu dimensi, terlihat seorang wanita yang ditemani oleh kunang-kunang, merasakan aura itu. Hatinya yang sakit terkikis oleh kesedihan beberapa lama yang lampau, kembali terkuak. Dia merasa lelaki itu memanggilnya. Menginginkan kehadirannya. Sepandai-pandainya ia untuk menutupi emosinya, namun dia tetap mahluk yang memiliki perasaan. Kerinduan itu kembali menengadah. Kegelisahan menghapiri dirinya. Tak sanggupnya melawan kodratnya.

"Aku akan kembali", katanya.


H
ARI berganti hari, minggu berganti minggu, dan genap setahun bumi sejak tetesan air mata pilu menyentuh laut. Kembali malam itu sang lelaki masih tepekur memandang kertas putih kosong yang tertambat pada mesin ketiknya. Jangankan ingat pada janjinya untuk tidak menulis, semangatnya pun untuk hidup sudah tidak ada.

"Sang Maha, berilah saya satu bintang jatuh. Berilah kesempatan pada saya untuk membuat satu permintaan atas bintang itu".

Dia ingin menangis, namun air matanya telah kering terperas oleh kepiluan hatinya. Dia kembali memandang langit luas, menghitung bintang. Sampai pada...

Wanita itu bertekad hati untuk kembali kepadanya. Saya mencintainya, katanya mantap. Dan berangkatlah dia menemui kekasihnya.

... bintang jatuh! Lelaki itu hampir tidak dapat mempercayai matanya sendiri. Cepat! Buatlah permintaanmu!, teriak kepalanya.

"Saya minta PJ untuk datang kepadaku. Saya berjanji untuk tidak menyakiti hatinya lagi. Saya akan mencintai dirinya segenap hatiku."

Tak dinyana, sang bintang jatuh didekatnya. Sang lelaki takjub tak kuasa bergerak. Tercengung melihat bintang berubah menjadi pendaran cahaya.


"...wish upon a shooting star, and hope that your dream will come true..."


*bersambung*

Tulisan ini adalah sambungan dari tulisan "Pendekar Bebek Bertattoo (#5): Perginya PJ".
Image Source: Fotosearch

0 Comments:

Post a Comment

<< Home